Aku kuliah di sebuah PTS di Bandung sebuah kota metropolis yang gemerlap, yang identik dengan kehidupan malamnya. Di tengah kuliahku yang padat dan sibuk, aku mempunyai suatu pengalaman yang tak akan kulupakan pada waktu aku masih semester satu dan masih berdampak sampai sekarang.
Latar belakangku adalah dari keluarga baik-baik, kami tinggal di sebuah perumahan di Bandung. Sebagai mahasiswa baru aku termasuk aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan, kebetulan aku menyukai kegiatan outdoor ataupun alam bebas.
Aku memang mewarisi bakat ayahku yang merupakan seorang pemburu yang handal, hal inilah yang membuat darah petualangku menggelora. Memasuki pertengahan semester aku mulai kenal dan akrab dengan seorang cewek, sebut saja namanya Ema.
Aku tertarik padanya karena ia orangnya juga menyukai kegiatan alam bebas, berburu misalnya. Awalnya sih aku agak heran juga kenapa cewek cantik seperti dia suka “mengokang” senapan yang notabene berat dan kemudian menguliti binatang hasil buruannya dengan beringas.
Hemmm… kegaranganya bak macan betina inilah yang aku sukai, aku suka melihat buah dadanya yang menantang dibalut baju pemburu yang ketat dan kebiasaannya menggigit bibir bawahnya ketika mengokang senapan. Bibir merah yang seksi itu sering mengundang gairahku. Karena ada kecocokan, kami akhirnya jadian juga dan resmi pacaran tepatnya pada waktu akhir semester pertama.
Kami berdua termasuk pasangan yang serasi, apa mau dikata lagi tubuhku yang tinggi tegap dapat mengimbangi parasnya yang langsing dan padat. Pacaran kami pada awalnya normal-normal saja, yahhh.. sebatas ciuman saja biasa kan? Dan aku melihat bahwa Ema itu orangnya blak-blakan kok. Semuanya berubah setelah pengalamanku di sebuah panti pijat.
Hari itu Minggu aku masih ingat betul hari itu, aku dan ayahku berburu di sebuah gunung di daerah Jatiluhur tentu saja setelah berburu seharian badan terasa capai dan lemah. Malamnya aku memutuskan untuk mencari sebuah panti pijat plus di Bandung, dengan mengendarai Land Rover-ku aku mulai menyusuri kota Bandung.
Dan akhirnya tempat itu kutemukan juga, aku masuk dan langsung menemui seorang gadis di meja depan dan aku dipersilakan duduk dulu. Tak lama kemudian muncullah seorang gadis yang berpakaian layaknya baby sitter dengan warna putih ketat dan rok setinggi lutut.]
Wuahh… cantik juga dia, dan pasti juga merangsang libidoku. Dengan ramah ia mempersilakan aku masuk ke ruang pijat, ruangan selebar 4×4 dengan satu ranjang dan sebuah kipas angin menggantung di atasnya. “Bajunya dibuka dulu ya Bang…” katanya dengan tersenyum manis, “OK lahh..” sambutku dengan semangat.
“Tapi kipasnya jangan dinyalain yah, dingin nih..” dia pun mengangguk tanda paham akan keinginanku. Kubuka sweaterku dan aku pun berbaring, aku memang sengaja tidak memakai t-shirt malam itu. “Celananya sekalian dong Bang,” katanya. “Emmm.. Lo yang bukain deh, males nih..” dia pun tersenyum dan agaknya memahami juga hasratku.
“Ahh.. kamu manja deh,” katanya, dengan cekatan tangannya yang mulus dan lentik itu pun mencopot sabuk di pinggangku kemudian melucuti celanaku. Wah dia kelihatannya agak nafsu juga melihat tubuhku ketika hanya ber-CD, terlihat “adik”-ku manis tersembul dengan gagahnya di dalam sarangnya.
“Eh.. ini dicopot sekalian ya? biar enak nanti mijitnya!” “Wahhh… itu nanti aja deh, nanti malah berdiri lagi,” kataku setengah bercanda. Lagi-lagi ia menyunggingkan senyum manisnya yang menawan. Kemudian aku tengkurap, ia mulai memijitku dari punggung atas ke bawah. “Wah.. pijitanmu enak ya?” pujiku.
“Nanti kamu akan merasakan yang lebih enak lagi,” jawabnya. “Oooh jadi servis plus nih?” tanyaku. “Mmm… buatmu aku senang melakukannya,” pijatannya semakin ke bawah dan sekarang tangannya sedang menari di pinggangku, wah geli juga nih, dan kemaluanku pun mulai “bereaksi kimia”.
“Eh.. balikkan badan dong!” pintanya. “Ok.. ok..” Aku langsung saja berbaring. Tentu saja batanganku yang ereksi berat terlihat semakin menggunung. “Wahh.. belum-belum saja sudah ngaceng yaa..” godanya sambil tangannya memegang kemaluanku dengan jarinya seakan mengukur besarnya.
“Habisnya kamu merangsang sihh..” kataku. “Nah kalo begitu sekarang waktunya dicopot yah? biar enak itu punyamu, kan sakit kalau begitu,” pintanya. “OK, copot aja sendiri,” aku memang udah nggak tahan lagi, abis udah ereksi penuh sih.
Dengan bersemangat gadis itu memelorotkan CD-ku, tentu saja kemaluanku yang sudah berdiri tegak dan keras mengacung tepat di mukanya. “Ck.. ck.. ckk.. besar amat punyamu, berapa kali ini kamu latih tiap hari,” katanya sembari tertawa. “Ah… emangnya aku suka ‘lojon’ apa…” jawabku.
Ia menyentuh kepala kemaluanku dengan penuh nafsu, dan mengelusnya. Tentu saja aku kaget dan keenakan, habis baru pertama kali sih. “Ahhh.. mau kau apakan adikku?” tanyaku. “Tenanglah belum waktunya,” ia mengelusnya dengan lembut dan merabai juga kantong zakarku.
“Wah.. hh.. jangan berhenti dulu, aku mau keluar nih,” sergahku. “Haha.. baru digitukan aja udah mau keluar, payah kamu,” ledeknya. “Entar lagi lah, pijitin dulu badanku,” kataku. “OK lah…” Ia mulai mengambil minyak pijat dan memijat tangan dan dadaku.
Wahhh ia naik dan duduk di perutku. Sialan! belahan dadanya yang putih mulus pun kelihatan, aku pun terbelalak memandangnya. “Sialan! montok bener tetekmu,” dan tanganku pun mulai gerilya meraba dan memeganginya, ia pun mengerjap, pijatannya pun otomatis terhenti.
Setelah agak lama aku merabai gunungnya ia pun turun dari perutku, ia perlahan membuka kancing bajunya sampai turun ke bawah, sambil menatapku dengan penuh nafsu. Ia sengaja mempermainkan perasaanku dengan agak perlahan membuka bajunya.
“Cepatlahh.. ke sini, kasihan nih adikku udah menunggu lama…” aku sambil mengocok sendiri kemaluanku, habis nggak tahan sih. “Eits… jangan!” ia memegang tanganku. “Ini bagianku,” katanya sambil menuding adikku yang seakan mau meledak. Tak lama ia kemudian mengambil minyak pijat dan mengoleskan ke kemaluanku.
“Ehmm… ahhh…” aku pun menggelinjang, namun ia tak peduli, malah tangannya semakin cekatan memainkan kemaluanku. “Augghh… aku nggak tahan nihhh…” Kemudian ia mulai menghisapnya seraya tangannya mengelus buah zakarku.
“Aduhhh… arghh.. aku mau keluar nihhh!” Kemudian kemaluanku berdenyut dengan keras dan akhirnya “Croottt…” maniku memancar dengan derasnya, ia terus mengocoknya seakan maniku seakan dihabiskan oleh kocokannya. “Aahhh…” aku melenguh panjang, badanku semua mengejang. Ia kelihatanya suka cairanku, ia menjilatinya sampai bersih, aku pun lemas.
“Gimana… enak kan? tapi kamu payah deh baru digituin dikit aja udah ‘KO’,” godanya. “Habbiss kamu gitukan sih, siapa tahannn…” Ia memakluminya dan agaknya tahu kalau aku baru pertama kalinya. “Tuh kan lemes, punyamu mengkerut lagi,” sambil ia memainkan kemaluanku yang sudah nggak berdaya lagi.
“Entar ya, nanti kukerasin lagi,” katanya. “Hufff… OK lah,” kataku pasrah. Dengan masih menggunakan bra dan CD ia mulai memijatku lagi. Kali ini ia memijat pahaku dan terkadang ia menjilati kemaluanku yang sudah lemas. “Ihhh… lucu ya kalau sudah lemes, kecil!” ia mengejekku.
Aku yang merasa di-”KO”-nya diam saja. Sembari ia memijat pahaku, dadanya yang montok kadang juga menggesek kakiku, wahhh kenyal sekali! “Kenapa liat-liat, napsu ya ama punyaku?” katanya. “Wahhh, bisa-bisa adikku terusik lagi nih,” jawabku.
Aku sambil mengelus dan mengocok sendiri kemaluanku sembari melihat geliat gadis itu memijatku. “Wah dasar tukang coli kamu…” serangnya. “Biar aja, akan kubuktikan kalo aku mampu bangkit lagi dan meng-’KO’ kamu,” kataku dengan semangat. Benar juga kemaluanku yang tadinya tidur dan lemas lambat laun mulai naik dan tegang.
“Tuh.. berdiri lagi,” katanya girang. “Pasti!” kataku. Aku tidak melewatkan kesempatan itu, segera kuraih tangannya dan aku segera menindihnya. “Uhhh.. pelan dikit doong!” katanya. “Biar aja, habis kamu napsuin sih…” kataku. Dengan cepat aku melucuti BH dan CD-nya.
Sekarang kelihatan semua gunung kembarnya yang padat berisi dengan puting merahnya serta lubang kemaluannya yang bagus dan merah. Langsung saja kujilati puncak gunungnya dengan penuh nafsu, “Emmm.. nikmat, ayo terusin..” desahnya membuatku berdebar.
Kulihat tangannya mulai merabai kemaluannya sendiri sehingga kelihatan basah sekarang. Tandanya ia mulai bernafsu berat, aku pun mengambil alih tangannya dan segera menjulurkan lidahku dan kumainkan di lubang kemaluannya yang lezat.
Ia semakin menjadi, desahannya semakin keras dan geliat tubuhnya bagaikan cacing, “Ahhh… uhhh ayo lah puaskan aku…” ia pun mulai menggapai batang kemaluan ku yang sudah tegang, “Ayolah masukkan!” tanpa basa-basi aku pun menancapkan barangku ke lubang kemaluan nya.
“Slep.. slepp!” “Arghh… ihhh… ssshhh,” ia agak kaget rupanya menerima hujaman pusakaku yang besar itu. “Uahhh.. ennakkk…” katanya. Mulutnya megap-megap kelihatan seperti ikan yang kekurangan air, aku pun semakin semangat memompanya.
Tapi apa yang terjadi karena terlalu bernafsunya aku tidak bisa mengontrol maniku. “Heggh… hegghh… ahhh, ehmm… aku mau keluar lagi nihh!” kataku. “Sshhh… ahhh ah… payah lo, gue tanggung ni… entar donk!” “Aku sudah tidak tahan lagii…” Tak lama kemudian batang kemaluan ku yang tegang berdenyut kencang.
“Aaaku keluarrr…” erangku. “Ehhh… cepat cabut!” sergapnya. Aku pun mencabut batang kemaluan ku dan ia pun segera menghisapnya. “Ahhh… shhh…!” “Crot… crottt… crottt” memancar dengan derasnya maniku memenuhi mulutnya dan berceceran juga di gunung kembarnya yang masih tegang.
“Ugghh…” aku pun langsung tumbang lemas. “Aduh… gimana sih, aku nanggung nihh… loyo kamu.” Aku sudah tidak bisa berkata lagi, dengan agak sewot ia berdiri. “Ahhh… kamu menghabiskan cairanku yaaa.. lemes nihh,” kataku.
“Udah lahh.. aku pergi,” katanya sewot. “Ya udah sana… thanks ya Sayang…” ia pun berlalu sambil tersenyum